Frederik Kalalembang Soroti Penempatan TNI di Kejaksaan: Bisa Ganggu Tujuan Utama Tentara

Frederik Kalalembang Soroti Penempatan TNI di Kejaksaan: Bisa Ganggu Tujuan Utama Tentara

HZ
Hasbi Zainuddin

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Terkini, Jakarta – Rencana penempatan personel TNI di lingkungan Kejaksaan Agung kembali mencuat seiring dengan pembahasan revisi Undang-Undang TNI.

Wacana ini memicu perdebatan hangat, terutama menyangkut prinsip supremasi sipil dan batasan peran militer dalam ranah penegakan hukum sipil.

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Irjen Pol (Purn) Drs. Frederik Kalalembang, Kamis (15/5/2025) menyampaikan keprihatinannya terhadap arah kebijakan tersebut.

Dalam pernyataannya, ia menekankan pentingnya menjaga profesionalisme institusi militer dan penegak hukum dengan tidak mencampuradukkan fungsi yang telah diatur secara tegas dalam konstitusi dan perundang-undangan.

“Penempatan personel TNI di Kejaksaan harus dikaji secara mendalam agar tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan mengaburkan batas antara fungsi militer dan sipil,” ujar Frederik Kalalembang.

Ia juga menyoroti bahwa penempatan ini justru dapat mengganggu tujuan utama TNI sebagai alat pertahanan negara yang profesional. Frederik mencontohkan situasi di Papua yang hingga kini belum kunjung selesai. Banyak korban berjatuhan akibat gangguan kelompok bersenjata (KKB), dan sebagian analis menilai hal ini disebabkan oleh kurangnya kesiapan personel TNI baik dari segi pelatihan maupun kecukupan informasi taktis di lapangan.

“Kita berharap TNI tetap profesional. Apalagi di wilayah seperti Papua, seharusnya perhatian lebih diberikan. Bukan hanya mengganti personel yang berjaga di pos, tetapi memastikan mereka dibekali latihan dan kemampuan memadai. Bagaimana mungkin kita bisa harapkan keunggulan tempur, kalau sebagian prajurit justru ditugaskan berjaga di kantor kejaksaan?” ujar Frederik.

Data menunjukkan bahwa sepanjang 2024, sebanyak 37 personel TNI-Polri menjadi korban saat menangani kelompok kriminal bersenjata (KKB), baik penembakan maupun penganiayaan hingga menyebabkan korban meninggal dan terluka. Dari jumlah tersebut, 16 anggota TNI gugur dan terluka, sisanya 11 orang anggota Polri, delapan orang di antaranya gugur. Untuk masyarakat, tercatat 29 orang meninggal dan 27 orang lainnya luka-luka.

Lebih lanjut, Frederik menilai bahwa penempatan TNI di ranah sipil berisiko menciptakan kegelisahan sosial. Ia mencermati munculnya keresahan masyarakat terhadap kehadiran militer di ruang-ruang publik non-pertahanan, yang bisa menimbulkan suasana psikologis penuh ketakutan, dan bahkan berdampak pada iklim ekonomi.

“Situasi sosial bisa ikut terpengaruh. Masyarakat bertanya-tanya, ada apa sebenarnya? Kenapa TNI masuk ke kejaksaan? Ini bisa menciptakan ketegangan yang mengganggu kestabilan, termasuk di sektor perdagangan yang kini sudah mulai lesu,” jelasnya.