Terkini.id, Washington - Pandemi Covid-19 belum pula berakhir namun krisis ekonomi yang dihadapi banyak negara dunia, termasuk Lebanon dalam beberapa tahun terakhir, diakui Bank Dunia sebagai salah satu yang terburuk dalam 150 tahun.
Hal itu bukan mengada-ada, pasalnya pada Selasa 1 Juni 2021, Bank Dunia yang berkantor pusat di Washington, Amerika Serikat (AS) ini mengungkap, sejak akhir 2019 Lebanon telah menghadapi tantangan yang rumit, termasuk krisis ekonomi dan keuangan.
“Ini belum lagi serangan pandemi Covid-19 hingga ledakan di pelabuhan Beirut tahun lalu yang dianggap jadi salah satu ledakan non-nuklir terbesar dalam sejarah,” demikian otoritas Bank Dunia melaporkan, seperti diwartakan AP, Rabu 2 Juni 2021.
Bank Dunia menjelaskan, krisis ekonomi dan keuangan kemungkinan akan menempati peringkat 10 besar, mungkin tiga teratas dalam daftar krisis paling parah secara global sejak pertengahan abad ke-19.
Sementara itu, dalam laporannya pula, Bank Dunia mengatakan produk domestik bruto (PDB) Lebanon diproyeksikan terkontraksi 9,5 persen pada 2021, setelah menyusut 20,3 persen pada 2020 dan 6,7 persen pada tahun sebelumnya.
“PDB Lebanon anjlok dari hampir 55 miliar dolar AS di 2018, menjadi sekitar 33 miliar dolar AS pada 2020. Sementara, PDB per kapita turun sekitar 40 persen dalam hitungan dolar. Penyusutan brutal seperti itu biasanya dikaitkan dengan konflik atau perang,” beber Bank Dunia.
Saat ini, puluhan ribu orang telah kehilangan pekerjaan dan banyak di antaranya memutuskan meninggalkan negara itu untuk mencari peluang di luar negeri. Hampir setengah dari lima juta penduduk Lebanon hidup dalam kemiskinan.
Menurut Bank Dunia, melalui perwakilan pihaknya akan mengunjungi Lebanon. Laporan tersebut dirilis dua hari sebelum wakil presiden Bank Dunia untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Ferid Belhaj dan direktur eksekutifnya, Merza Hussain Hasan dijadwalkan tiba di Lebanon untuk bertemu dengan para pejabat Lebanon.
Masih dilansir dari AP, perwakilan Bank Dunia diagendakan untuk mendesak pemimpin Lebanon agar segera mengatasi krisis ekonomi serta politik yang melanda.
“Pasalnya, pada Maret 2020 Lebanon gagal membayar utangnya, merupakan yang pertama kalinya dalam sejarah negara itu. Kegagalan ini disebabkan mata uang lokal kehilangan lebih dari 85 persen nilainya,” imbuh Bank Dunia.
Selama beberapa dekade, Lebanon seperti dikuasai sosok elite politik yang sama. Banyak dari mereka adalah mantan panglima perang dan komandan milisi dari perang saudara. Korupsi jadi hal lumrah dan telah meluas selama beberapa dekade terakhir, sehingga mendorong Lebanon mendekati kebangkrutan.
Krisis telah memburuk dalam beberapa bulan terakhir di tengah perebutan kekuasaan antara presiden dan perdana menteri baru yang menunda pembentukan pemerintahan baru. Perdana Menteri Hassan Diab mengundurkan diri beberapa hari setelah ledakan di pelabuhan Beirut pada Agustus 2020 lalu. Sejak saat itu, Lebanon berjalan tanpa pemerintahan yang lengkap.
Saad Hariri yang ditunjuk sebagai perdana menteri baru, hingga saat ini masih belum menyusun pemerintahannya lantaran beberapa pertentangan dengan Presiden Michel Aoun.
“Lebanon menghadapi penipisan sumber daya yang berbahaya, termasuk sumber daya manusia (SDM). Hanya pemerintah yang berpikiran reformatif yang bisa membawa Lebanon menuju pemulihan ekonomi dan keuangan,” beber Direktur Regional Bank Dunia Saroj Kumar Jha.
Bank Dunia sendiri menilai, kelambanan dalam mengambil kebijakan serta tidak adanya pemerintahan yang berfungsi penuh, mengancam kondisi sosial ekonomi yang memang sudah dalam keadaan sangat buruk di sana.