Terkini — Di sebuah aula bernama Prof Mattulada di Universitas Hasanuddin (Unhas), seorang perempuan berdiri memperkenalkan dirinya sebagai Indri, melangkah ke depan dengan mikrofon di tangan.
Wajahnya tampak tegas, meski nada suaranya penuh harap. Indri, seorang ibu dari mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas, berbicara di hadapan para peserta dialog publik yang berlangsung Jumat, 22 November 2024.
“Saya memohon kepada pimpinan kampus, untuk menjaga keamanan kampus dari pelecehan seksual,” ujar Indri, yang juga alumni Sastra Arab Unhas.
“Anak saya kuliah di Sastra. Saya ingin mereka merasa aman belajar di sini.”
Dialog publik ini mengangkat tema yang sangat relevan dan mendesak: "Penanganan dan Pendampingan Kasus Pelecehan Seksual di Lingkungan Kampus."
Diskusi ini dihadiri oleh tiga tokoh penting: Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unhas, Prof. Farida Pattitingi; Dekan FIB Unhas, Prof. Akin Duli; serta aktivis perempuan Alfina Mustafaina.
Suara Orang Tua di Tengah Ketidakpastian
Keberanian Indri untuk berbicara mencerminkan keresahan yang dirasakan banyak orang tua di tengah merebaknya kasus pelecehan seksual di lingkungan akademik.
Sebagai institusi pendidikan terkemuka di Indonesia Timur, Unhas sedang berada di bawah sorotan tajam setelah munculnya kasus terbaru yang melibatkan seorang dosen FIB, Firman Saleh.
Firman diduga melecehkan mahasiswinya saat sesi bimbingan pada 25 September 2024. Selain itu, ia juga ditengarai melecehkan lima mahasiswi lain.