Terkini.id, Jakarta - Kata inflasi tentu sudah tidak asing lagi di telinga, apalagi jika menyangkut pemberitaan stabilitas perekonomian. Secara umum, inflasi adalah suatu keadaan terjadi kenaikan harga-harga barang dan jasa.
Sementara itu, pengertian inflasi atau apa itu inflasi sebagaimana dikutip dari laman resmi Bank Indonesia (BI), Kamis 3 Juni 2021, inflasi bisa diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu atau masif.
Kebalikan dari inflasi adalah deflasi, yaitu penurunan harga barang secara umum dan terus menerus. Menurut laman resmi Kementerian Keuangan, penyebab inflasi tentu lantaran banyak faktor. Paling tidak, ada enam faktor penyebab inflasi. Ini di antaranya permintaan yang tinggi terhadap suatu barang atau jasa sehingga membuat harga barang atau jasa tersebut mengalami kenaikan.
Sementara itu, penyebab inflasi lainnya yaitu adanya peningkatan biaya produksi, bertambahnya uang yang beredar dalam masyarakat, dan ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Penyebab inflasi berikutnya, perilaku masyarakat yang seringkali memprediksi atau biasa disebut sebagai inflasi ekspetasi.
Adapun penyebab inflasi yang terakhir terjadi lantaran kekacauan ekonomi dan politik seperti yang terjadi di Indonesia saat kerusuhan berbau rasial pada Mei 1998, yang juga menyebabkan jatuhnya rezim Orde Baru.
Dampak inflasi kerap identik dengan efek negatif karena kenaikan harga barang sehingga membuat daya beli masyarakat menurun, terutama masyarakat berpendapatan menengah ke bawah.
Menurut paparan Bank Indonesia, dampak inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standardisasi hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama kaum prasejahtera, bertambah miskin.
Bank Indonesia juga menjelaskan, dampak inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan, inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Hal lainnya, tingkat dampak inflasi domestik yang lebih tinggi ketimbang dengan tingkat inflasi di negara tetangga, sehingga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif. Faktor itu diklaim memantik tekanan pada nilai tukar mata uang rupiah.
Perhitungan inflasi sendiri juga dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS). Barometernya adalah kenaikan harga dari satu atau dua barang saja, tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya.
BPS menghitung inflasi menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau indeks pengeluaran. IHK meliputi pengeluaran bahan makanan dan makanan jadi ditambah minuman dan tembakau. Komponen IHK lainnya dalam perhitungan inflasi adalah pengeluaran perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan dan olahraga, serta transportasi dan komunikasi.
Data pengelompokan tersebut didapatkan BPS melalui Survei Biaya Hidup (SBH) yang rutin dilakukan, baik per daerah maupun secara nasional.
Jika terjadi inflasi, biasanya pergerakan pembelian komponen stabil seperti emas menjadi melonjak. Tujuannya, emas diklaim lebih aman dari gerusan inflasi dibandingkan uang. Jadi, siap-siap ya Bunda, emas kemungkinan dapat naik saat terjadi inflasi.
Apalagi, seperti diwartakan Terkini.id pada Rabu 2 Juni 2021, Bank Dunia melaporkan perekonomian dunia, khususnya di Lebanon merupakan pelemahan ekonomi terburuk dalam 150 tahun.