Terkini, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua anggota DPR RI periode 2019–2024 dari Komisi XI sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait Program Sosial Bank Indonesia (BI).
Keduanya adalah Satori (ST) dari Fraksi Partai NasDem dan Heri Gunawan (HG) dari Fraksi Partai Gerindra, diumumkan KPK sore ini, Kamis 7 Agustus 2025.
Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik KPK menemukan setidaknya dua alat bukti yang cukup. KPK pun menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor 52 dan 53 untuk keduanya. Kasus ini sebelumnya telah naik ke tahap penyidikan sejak Desember 2024.
“Penyidik telah menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup, kemudian menetapkan dua orang tersangka yaitu HG dan ST, anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers pada Kamis, 7 Agustus 2025.
Uang Korupsi Mengalir ke Tanah, Showroom, dan Kendaraan
Dugaan TPPU terhadap Satori kian menguat setelah ditemukan aliran dana mencurigakan yang digunakan untuk pembelian tanah, pengadaan showroom, hingga kendaraan.
Tak hanya itu, ST juga diketahui merekayasa transaksi perbankan, dengan cara meminta bantuan dari oknum di bank daerah untuk menyamarkan kepemilikan deposito agar tidak terlacak sebagai miliknya.
Dana CSR BI dan OJK Diduga Disalahgunakan
Program yang dikorupsi diketahui merupakan Program Sosial Bank Indonesia (BI) serta program Penyuluh Jasa Keuangan OJK. Komisi XI DPR RI sebagai mitra kerja BI dan OJK memiliki akses terhadap pengelolaan dana bantuan sosial atau corporate social responsibility (CSR) dari kedua lembaga tersebut.
Namun dalam pelaksanaannya, KPK menemukan adanya penyimpangan, di mana dana CSR diduga dijadikan alat untuk pemberian gratifikasi maupun dana ilegal kepada pihak-pihak tertentu, termasuk sesama anggota Komisi XI.
“Sebagian anggota Komisi XI DPR RI juga disebut-sebut turut menerima bantuan dari ST. KPK akan mendalami siapa saja yang menerima dana sosial tersebut,” lanjut Asep.
Awal Mula dari Laporan Masyarakat dan Temuan PPATK
Kasus ini bermula dari Laporan Hasil Analisis (LHA) dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengidentifikasi transaksi mencurigakan. Temuan ini diperkuat dengan adanya aduan masyarakat dari daerah yang merasa bantuan sosial yang diterima tidak sesuai dengan yang seharusnya.
Laporan masyarakat tersebut ditindaklanjuti oleh KPK dan kemudian mengarah pada penyidikan yang lebih mendalam, termasuk terhadap peran ST dan HG dalam menyalahgunakan wewenang mereka sebagai wakil rakyat.
Dijerat Pasal Pemberatan Korupsi
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001, termasuk dengan unsur pemberatan dan pasal pencucian uang.
KPK menegaskan bahwa penyidikan masih terus berkembang dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain dari lembaga mitra Komisi XI, baik dari internal DPR RI maupun dari pihak Bank Indonesia dan OJK.