Epidemiolog Menilai PPKM Darurat Tidak Akan Efektif Turunkan Jumlah Kasus Covid

Epidemiolog Menilai PPKM Darurat Tidak Akan Efektif Turunkan Jumlah Kasus Covid

Achmad Rizki Muazam

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Terkini.id, Jakarta - Epidemiolog menilai kebijakan pemerintah pusat menerapkan PPKM Jawa-Bali tidak akan efektif dalam menurunkan jumlah kasus Covid-19.

Hal itu disampaikan oleh epidemiolog dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Mohamad Bigwanto.

Sebab, menurutnya, aturan PPKM darurat nampak tak jauh berbeda dengan penebalan PPKM Mikro.

"Mesti ada sesuatu yang extra ordinary. Serahkan ke Pemda seperti waktu PSBB ketat dulu,” ujarnya, seperti dilansir dari tirto pada Jumat, 2 Juli 2021.

Lebih lanjut, menurutnya, segala bentuk pembatasan aktivitas tidak lagi relevan dalam kondisi benar-benar darurat seperti sekarang.

"Terlebih sulit sekali mengetahui pasein-pasein Covid-19 tanpa gejala," kata Bigwanto.

Indonesia, menurutnya, perlu meniru India dalam menghadapi lonjakan kasus yang sempat mencapai 400 ribu per hari pada Mei 2021.

Saat itu, kata Bigwanto, India melakukan lockdown khusus di wilayah New Delhi. Setelah itu, memasuki bulan Juni 2021, jumlah kasus di India turun 8 kali lipat, menjadi 46 ribu kasus per hari.

Dia juga menjelaskan bahwa seharusnya pemerintah pusat memberikan keleluasaan wewenang kepada pemerintah daerah untuk menentukan nasibnya.

“Mereka yang tahu situasi di lapangan lebih baik, dan mereka yang bertanggung jawab, kalau Jogja dan Jakarta mau lockdown misalnya, mungkin itu memang yang terbaik,” ujarnya.

Meski demikian, menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, kebijakan PPKM darurat akan didukung dengan testing dan tracing sebanyak 4 kali lipat dari biasanya. Sehingga positivity rate Indonesia di bawah 10 persen.

“Dari sekitar 100 ribu kita naikkan menjadi 400 hingga 500 ribu per hari. Kami perketat orang yang kontak erat, akan kami karantina dulu,” ujar Budi, seperti dilansir terkini.id dari tirto pada Jumat 2 Juli 2021.

Melansir tirto, saat ini positivity rate di Indonesia per 1 Juli 2021 masih 25,20 persen.

Merujuk data Satgas Covid-19, sebanyak 98.572 orang dites pada 1 Juli 2021; dengan rincian 51.059 orang tes PCR, 640 orang tes, dan 46.873 orang dites antigen. Hasilnya didapati orang positif sebanyak 24.836.

Namun, sementara itu, epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman menilai target pemerintah untuk mendapatkan angka positivity rate di bawah 10 persen terkesan naif.

Sebab, menurutnya, sejak jauh hari, pemerintah juga telah mengumbar omongan demikian, tetapi tidak ada ketegasan dalam implementasinya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa hanya Jakarta, Sumatera Barat, dan Yogyakarta yang melakukan tes COVID-19 (testing), penelusuran kontak erat (tracing), dan tindak lanjut berupa perawatan pada pasien COVID-19 (treatment) dengan baik.

Padahal, tambahnya, 3T merupakan syarat paling penting untuk menekan jumlah kasus Covid-19.

"Nggak perlu ditunggu 2 minggu. Seminggu atau beberapa hari ke depan juga sudah dilihat fakta di lapangan, di tengah minimnya testing kita,” kata Dicky kepada reporter Tirto, Kamis, 1 Juli 2021.

Dicky juga mengatakan bahwa dalam kondisi genting seperti ini mestinya pemerintah memberlakukan karantina wilayah atau lockdown terlebih dulu selama minimal 2 minggu.

Kemudian, tambahnya, diperkuat dengan pelaksanaan 3T dan vaksinasi yang masif. Lalu secara bertahap menerapkan PPKM darurat.

“[PPKM darurat] Itu baru pada tataran nama saja darurat. Tapi isinya belum bisa dikatakan merespons situasi yang sudah darurat,” tegasnya.