Tragedi Gaza: Lebih dari 100 Warga Palestina Tewas Saat Menunggu Bantuan

Tragedi Gaza: Lebih dari 100 Warga Palestina Tewas Saat Menunggu Bantuan

KH
Kamsah Hasan

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Terkini.id - Lebih dari seratus warga Palestina tewas dalam insiden tragis di Kota Gaza pada Kamis dini hari. Pejabat kesehatan Gaza menyatakan bahwa kejadian itu terjadi ketika kerumunan orang yang putus asa berkumpul di sekitar truk bantuan, dan tentara Israel melepaskan tembakan.

Dewan keamanan PBB mengadakan sesi darurat pada Kamis malam, Gedung Putih menyerukan agar kematian tersebut “diinvestigasi secara menyeluruh” dan mengingatkan Israel bahwa mereka perlu memberikan keamanan dasar di wilayah Gaza yang berada di bawah kendalinya.

Para saksi dan penyintas menggambarkan peluru menghantam kerumunan orang di sekitar truk bantuan, dan Mohammed Salha, penjabat direktur rumah sakit al-Awda, yang merawat 161 korban, mengatakan sebagian besar tampaknya tertembak.

Namun, saksi Palestina lainnya mengatakan bahwa sebagian besar korban tewas ditabrak truk.

Pejabat kesehatan Gaza mengatakan sedikitnya 112 orang tewas dan 280 orang terluka setelah pasukan Israel melepaskan tembakan ke titik distribusi bantuan.

Ali Awad Ashqir, yang mengaku pergi mencari makanan untuk keluarganya yang kelaparan, mengatakan bahwa dia telah menunggu selama dua jam ketika truk mulai berdatangan.

“Saat mereka tiba, tentara pendudukan menembakkan peluru artileri dan senjata,” kata Ali dilansir dari The Guardian.

Namun, juru bicara militer Israel Daniel Hagari kemudian membantah pasukan Israel melakukan penembakan atau serangan apa pun pada saat itu.

Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, mengatakan ini adalah pembantaian buruk yang dilakukan oleh tentara pendudukan Israel terhadap orang-orang yang menunggu truk bantuan di bundaran Nabulsi.

Biden mengatakan pertumpahan darah tersebut akan mempersulit upaya menengahi kesepakatan untuk menghentikan pertempuran dan membebaskan sandera Israel sebelum bulan suci Ramadhan, yang dimulai pada 10 Maret. Gedung Putih menyebut kematian tersebut “sangat mengkhawatirkan”.