Internet di Papua Mati, AJI: Hambat Kebebasan Pers dan Pemenuhan Hak Atas Informasi

Internet di Papua Mati, AJI: Hambat Kebebasan Pers dan Pemenuhan Hak Atas Informasi

Achmad Rizki Muazam

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Terkini.id, Jakarta - Pada 6 Mei 2021, PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengumumkan penyebab terputusnya jaringan internet di Papua.

Mereka mengatakan bahwa sistem komunikasi kabel laut Sulawesi Maluku Papua Cable System (SMPCS) ruas Biak – Jayapura di dasar laut, 280 km dari Biak dan 360 km dari Jayapura terputus sejak 30 April lalu.

Putusnya sistem komunikasi ini menyebabkan matinya koneksi internet di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, dan Kabupaten Sarmi.

Kemudian, Kamis, 21 Mei 2021, Kominfo mengumumkan bahwa jaringan internet di Papua telah pulih.

"Masyarakat di Jayapura sudah bisa menggunakan layanan internet dari TelkomGroup secara menyeluruh, baik fixed broadband Indihome maupun mobile broadband Telkomsel," tulis Kominfo dalam keterangan persnya.

Merespons kejadian tersebut, AJI (Aliansi Jurnalis Independen) menyebutkan matinya jaringan internet berdampak pada warga sekitar.

Tak hanya bagi warga sipil, menurut AJI, jurnalis pun terkena dampaknya.

Menurut data lapangan yang dikumpulkan AJI Jayapura, jurnalis di empat daerah masih kesulitan mengakses internet hingga 21 Mei 2021.

"Beberapa jurnalis terpaksa mengirim berita ke redaksi menggunakan pesan pendek/SMS. Itupun pengiriman SMS tidak lancar," kata AJI dalam keterangan persnya pada Senin, 24 Mei 2021.

Mereka menjelaskan bahwa Matinya internet selama tiga pekan tersebut menjadi hambatan serius bagi jurnalis di Jayapura dan sekitarnya.

"Jurnalis tidak bisa memverifikasi informasi dengan cepat," tulisnya dalam keterangan pers.

Selain itu, para jurnalis juga kesulitan untuk mengakses atau mengirim berita ke redaksi.

Seperti yang dialami oleh Koran Cendrawasih Pos, mereka terpaksa harus mengurangi jumlah halaman terbit dari 24 menjadi 16 halaman karena kekurangan bahan berita dari kabar berita nasional.

Tak hanya itu, menurut AJI, terhambatnya kerja-kerja jurnalis berdampak langsung terhadap pemenuhan informasi kepada publik.

Selain itu, AJI juga menjelaskan, ketika jurnalis tidak bisa melakukan verifikasi serta check and balance, pihak-pihak tertentu dapat mendominasi dan melakukan kontrol atas informasi terkait Papua.

Lebih lanjut, menurut mereka, terlebih matinya internet ini di tengah sejumlah isu krusial tentang Papua.

Mereka menambahkan, kerugian juga dirasakan oleh warga. "Pendidikan jarak jauh tidak bisa berjalan dan membuat proses ujian terhambat," terangnya.

Lebih lanjut, mereka menjelaskan bahwa masyarakat harus pergi jauh mencari ATM yang berfungsi karena sejumlah mesin transaksi tidak berfungsi.

AJI mendorong penguatan terhadap infrastruktur internet karena untuk menjamin akses universal terhadap hak pendidikan, kesehatan, ekonomi serta hak atas kebebasan berekspresi, dan kebebasan pers.

AJI juga mendesak Pemerintah untuk mempercepat pemulihan sistem komunikasi agar tidak memperburuk dampak bagi kebebasan pers dan sektor publik lainnya.