Terkini — Pilkada Muara Enim yang berlangsung beberapa waktu lalu menyisakan sejumlah cerita tentang pelanggaran dalam proses pemilu. Bawaslu Muara Enim akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi mengenai temuan pelanggaran kode etik yang melibatkan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di Kecamatan Lawang Kidul.
Pernyataan itu tertuang dalam surat rekomendasi yang ditandatangani langsung oleh Ketua Bawaslu Muara Enim, Zainudin, pada 20 Desember 2024.
Rekomendasi tersebut dilayangkan berdasarkan laporan pengaduan dari tim hukum pasangan calon H. Nasrun Umar-Lia Anggraeni (HNU-LIA), yang tercatat dalam Laporan Nomor: 001/REG/LP.PB.KAB/XII/2024. Temuan ini memperkuat dugaan adanya pelanggaran serius dalam pelaksanaan Pilkada.
“Dinyatakan sebagai pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang dilakukan oleh PPK Kecamatan Lawang Kidul,” demikian tertulis dalam surat rekomendasi itu.
Bawaslu juga meminta KPUD Kabupaten Muara Enim untuk segera menindaklanjuti temuan ini sesuai aturan yang berlaku. Dalam ketentuan etik penyelenggara pemilu, sanksi yang dapat diberikan mencakup teguran tertulis, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian tetap.
Reaksi dalam Sidang Sengketa
Temuan pelanggaran ini mencuat dalam sidang sengketa Pilkada yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 9 Januari 2025. Dalam sidang tersebut, Desyana, salah satu anggota tim hukum HNU-LIA, mengangkat isu pelanggaran kode etik tersebut. Namun, ia tidak membawa dokumen resmi rekomendasi Bawaslu ke hadapan majelis hakim.
“Ada rekomendasi Bawaslu yang menyatakan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang dilakukan oleh PPK Kecamatan Lawang Kidul,” ujar Desyana saat menyampaikan pernyataan.
Ketua Panel I Sidang Sengketa Pilkada, Suhartoyo, menanggapi pernyataan Desyana dengan kritis. Ia mempertanyakan langkah Bawaslu yang terkesan pasif dalam menangani temuan pelanggaran pemilu.
“Kalau Bawaslu, kalau nggak dipersoalkan, diam saja dia,” ucap Suhartoyo dengan nada menyindir.















