The Guardian Sebut Ibukota RI Terancam Menjadi 'Kota Hantu' Lantaran Merosotnya Pendanaan Pemerintah dan Swasta

The Guardian Sebut Ibukota RI Terancam Menjadi 'Kota Hantu' Lantaran Merosotnya Pendanaan Pemerintah dan Swasta

HZ
Hasbi Zainuddin

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

“Saat Pak Jokowi masih menjabat, kamar sewa saya selalu penuh,” tutur Dewi Asnawati, pemilik toko kelontong dan homestay. “Sekarang penghasilan saya turun separuh.”

Syarariyah, pemilik usaha laundry, juga mengalami hal serupa. “Dulu cucian menumpuk setiap hari, tapi kini sepi. Banyak teman yang tutup usaha. Orang mulai khawatir, jangan-jangan ini benar-benar jadi kota hantu,” ujarnya.

Krisis Lingkungan dan Konflik dengan Warga Lokal

Selain masalah ekonomi, proyek ini juga dikritik karena dampak ekologinya. Menurut WALHI, lebih dari 2.000 hektare hutan mangrove telah hilang dalam dua tahun terakhir akibat pembangunan jalan tol dan pelabuhan baru.

Bagi masyarakat adat Balik yang tinggal di sekitar Sungai Sepaku, proyek ini membawa perubahan besar. Seorang petani dan nelayan bernama Arman mengatakan, sejak dibangunnya instalasi pengolahan air di sungai, banjir semakin parah dan hasil panen menurun hingga separuh.

“Air bersih yang dijanjikan pemerintah tidak pernah sampai ke kami. Itu hanya untuk IKN,” kata Arman. “Kalau proyek ini berhenti, kami kehilangan segalanya. Tapi kalau lanjut tanpa kami, kami juga kehilangan.”

Pemerintah membantah tuduhan tersebut dan menegaskan sebagian masyarakat telah menerima kompensasi. Basuki menambahkan, hanya seperempat dari total 252 ribu hektare lahan yang akan dikembangkan — sisanya tetap dijaga sebagai kawasan hijau.

Nusantara di Persimpangan

Meski pejabat berusaha menunjukkan optimisme, sejumlah analis menilai fokus pemerintahan Prabowo kini lebih tertuju pada program lain seperti makan siang gratis nasional, yang menyerap anggaran hingga £15 miliar per tahun.

Akibatnya, masa depan Nusantara kian tidak pasti. Sebagian pihak memperkirakan kawasan itu justru akan berkembang sebagai destinasi wisata ketimbang pusat pemerintahan.

Bagi sebagian pengunjung, seperti Clariza dari Sulawesi, Nusantara memang tampak megah. “Rasanya seperti Singapura — bersih, modern, seperti sesuatu yang mustahil ada di tengah hutan,” ujarnya.

Namun kesunyian kota itu membuatnya ragu. “Bagus, tapi aneh juga. Belum ada siapa-siapa di sini,” katanya pelan.