Mulai 24 Mei Kominfo Akan Blokir Platform Digital yang Tidak Terdaftar, Mengancam Kebebasan?

Mulai 24 Mei Kominfo Akan Blokir Platform Digital yang Tidak Terdaftar, Mengancam Kebebasan?

Achmad Rizki Muazam

Tim Redaksi

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Terkini.id, Jakarta - Mulai tanggal 24 Mei 2021, Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memblokir layanan dan platform digital swasta yang tidak terdaftar.

Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Nomor 5 tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat yang mulai berlaku pada November tahun lalu.

Dalam peraturan tersebut, setiap penyelenggara sistem elektronik wajib melakukan pendaftaran ke Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Peraturan Menteri tersebut, mengatur semua operator sistem elektronik swasta yang dapat diakses di Indonesia.

Lebih lanjut, operator sistem elektronik didefinisikan secara luas, meliputi media sosial dan platform berbagi konten lainnya, pasar digital, mesin pencari, layanan keuangan, layanan pemrosesan data, dan layanan komunikasi yang menyediakan pesan atau panggilan video, dan permainan.

Dengan adanya peraturan baru tersebut, akan memengaruhi layanan dan platform digital nasional dan regional, serta perusahaan multinasional seperti Google, Facebook, Twitter, dan TikTok.

Selain itu, melansir Human Rights Watch, perusahaan-perusahaan operator sistem elektronik diharuskan untuk memastikan bahwa platform mereka tidak berisi atau memfasilitasi distribusi konten terlarang.

Tentu secara tidak langsung, perusahaan memiliki kewajiban untuk memantau konten yang beredar di platformnya.

Jika perusahaan gagal dalam melakukan pemantauan konten, akan menyebabkan pembelokiran seluruh platform.

Human Rights Watch (organisasi HAM dunia), mengkritik kebijakan baru Menteri Komunikasi dan Informatika itu, bagi mereka Peraturan tersebut berpotensi sebagai alat sensor.

"Peraturan Menteri Nomor 5 adalah alat sensor yang memberikan beban tidak realistis pada banyak layanan dan platform digital yang digunakan di Indonesia,” kata Linda Lakhdir, penasihat hukum Asia di Human Rights Watch, Sabtu, 22 Mei 2021.

Dia juga mengatakan bahwa kebijakan tersebut berisiko serius bagi privasi, kebebasan berbicara, dan akses informasi pengguna internet Indonesia.

Tak hanya itu, persyaratan yang mengharuskan perusahaan digital secara proaktif memantau atau memfilter konten, menurut Human Rights Watch adalah sebuah pelanggaran hak privasi yang kemungkinan besar merupakan sensor prapublikasi.

Selain itu, dalam aturan baru ini, jika ada permintaan 'mendesak' perusahaan diwajibkan untuk menghapus konten dalam waktu empat jam.

Perusahaan juga harus menghapus konten terlarang dalam waktu 24 jam setelah diberitahu oleh Kementerian.

Jika tidak melakukannya, regulator dapat memblokir layanan atau memberikan sanksi administrasi.

Human Rights juga menyoroti frasa 'konten terlarang' dalam peraturan baru tersebut, mereka menyebut definisi 'konten terlarang' terlalu luas.

Menurutnya, 'konten terlarang' tidak hanya membatasi ucapan, tetapi mencakup materi apa pun yang 'menyebabkan keresahan publik atau kekacauan publik'.

Hal ini kata Linda adalah bencana hak asasi manusia yang akan menghancurkan kebebasan berekspresi di Indonesia.

Lebih lanjut, Linda mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia harus segera menangguhkan peraturan tersebut.

Ia juga meminta agar Pemerintah berkonsultasi kepada stakeholder terkait dan masyarakat sipil untuk menyusun peraturan baru atau merevisinya yang sesuai dengan standar internasional.