Waduh, Perusahaan yang Merugi Bakal Membayar PPh Minimum Satu Persen

Waduh, Perusahaan yang Merugi Bakal Membayar PPh Minimum Satu Persen

Effendy Wongso

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Terkini.id, Jakarta - Rencana pemerintah untuk menerapkan kebijakan tarif pajak minimum atau alternative minimum tax (AMT) kepada pelaku usaha yang selama ini melaporkan rugi ke kantor pajak, semakin jelas. Rencana kebijakan tersebut, masuk dalam rancangan perubahan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Seperti diketahui, AMT ditujukan bagi wajib pajak badan dengan pajak penghasilan (PPh) terutang kurang dari batasan tertentu. Skema pungutan pajak korporasi tersebut merupakan respons pemerintah atas celah yang dimanfaatkan wajib pajak dan untuk melakukan penghindaran dari kewajiban bayar pajak.

Dalam draft perubahan UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, seperti diwartakan Kontan, Senin 7 Juni 2021, mengatur dua hal.

Pertama, wajib pajak badan yang pada suatu tahun pajak memiliki PPh terutang tidak melebihi satu persen dari penghasilan bruto, maka akan dikenai PPh minimum.

Kedua, PPh mininum tersebut, dihitung dengan tarif satu persen dari dasar pengenaan pajak berupa penghasilan bruto.

Kendati begitu, wajib pajak badan dengan kriteria tertentu dikecualikan dari PPh minimum. Sementara itu, jika wajib pajak badan dilakukan pemeriksaan, PPh minimum diperhitungkan dalam penetapan pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan.

Dalam Pasal 31F Ayat 8 Rancangan Perubahan UU KUP menyebutkan, ketentuan mengenai tata cara penghitungan pajak penghasilan minimum, wajib pajak badan dengan kriteria tertentu, dan pajak penghasilan minimum yang diperhitungkan, diatur dengan peraturan Menteri Keuangan.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengungkapkan, rencana kebijakan AMT merupakan bagian dari reformasi perpajakan di tahun depan.

“Kami akan melakukan alternative minimum tax approach supaya compliance menjadi lebih bisa diamankan," beber Menkeu belum lama ini.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, rencana pengenaan PPh minimum dengan tarif satu persen dari penghasilan bruto, sudah ideal. Ia berharap, tarif PPh minimum sebesar satu persen tidak membebani cash flow perusahaan.

“Ini sudah pas karena pengenaan tarif satu persen dari omset itu setara dengan tarif 22 persen, dari PPh neto fiskal sebanyak 4,545 persen dari omset," jelas Prianto, Minggu 6 Juni 2021

Menurutnya, tarif tersebut sudah pernah dipakai untuk PPh final usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2013 yang kemudian oleh pemerintah diturunkan menjadi 0,5 persen sesuai PP Nomor 23 tahun 2016.

Kendati demikian, Prianto menilai soal ideal atau tidaknya penerapan AMT terhadap wajib pajak badan yang merugi, tergantung asumsi perhitungan penambahan penerimaan negara yang dihasilkan dari rencana kebijakan tersebut.

Sementara itu, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani menolak adanya rencana pemerintah untuk menerapkan AMT. Menurutnya, pemerintah tidak seharusnya memaksakan adanya tarif minimum pajak saat ini.

“Kalau memang usaha belum menguntungkan, masa iya pemerintah mau memajaki juga?” ujar Ajib.

Menurutnya, rencana kebijakan ini mengisyaratkan pemerintah hanya ingin mengambil manfaat dari wajib pajak tanpa melihat kondisi di lapangan. Selain itu, bila dikembalikan ke definisi hal itu sangat bertentangan dengan filosofi pajak penghasilan.

Sekadar diketahui, definisi Pajak Penghasilan (PPh) menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang PPh, Pasal 1 menyebutkan PPh sebagai pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.