Lebih lanjut, Budi mendorong pemerintah belajar dari praktik investasi Jepang dan Korea, yang selalu melibatkan kontraktor serta pabrikator lokal dalam setiap proyeknya. Model kolaborasi ini dinilai lebih sehat karena mendukung pertumbuhan industri nasional.
“Kita berharap investasi dari Tiongkok maupun Vietnam pun bisa melibatkan kontraktor lokal. Jangan sampai investasi hanya menguntungkan pihak asing sementara industri kita mati suri,” katanya.
Budi juga mempertanyakan kementerian mana yang bertanggung jawab mengatur arus baja impor.
Menurutnya, jika ada produk yang memang tidak bisa diproduksi di dalam negeri, impor bisa dimaklumi. Namun, untuk baja konstruksi, Indonesia sudah memiliki kapasitas dan kemampuan produksi.
“Kalau mesin yang belum bisa kita buat, silakan impor. Tetapi konstruksi baja ini bisa kita produksi. Kita punya bahan, punya pabrik, dan punya tenaga kerja. Jadi tidak ada alasan untuk terus membiarkan baja impor masuk,”tandasnnya.