Terkini.id, Jakarta - Ini enam rekomendasi tenaga honorer agar revisi UU ASN dipercepat. Terkait Revisi Undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN) Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, Ketua Federasi Pekerja Pelayanan Publik Indonesia (FPPPI) Alfonsius Matly menyampaikan enam rekomendasinya. Selain itu, pihaknya juga berharap agar revisi itu dapat diselesaikan dengan cepat.
“Ini rekomendasi dari kami, karena kami pejuang utama revisi undang-undang ASN dan kami ini sudah komitmen bahwa kami tetap memberikan dorongan kepada bapak ibu Komisi II DPR revisi ini kalau bisa diselesaikan karena ini kami sudah menanti revisi ini sudah sangat lama,” ungkap Alfonsius dalam RDP Panja RUU tentang ASN Komisi II DPR RI di Jakarta, Senin 30 Juni 2021.
Seperti dilansir dari Liputan6, Rabu 30 Juni 2021, berikut rekomendasi revisi undang-undang ASN yang disarankan Federasi Pekerja Pelayanan Publik Indonesia:
Pertama, FPPPI mendukung disahkankannya revisi undang-undang ASN sebagai dasar hukum pengangkatan pegawai pemerintah non PNS di semua bidang yang berkategori empat nomenklatur yaitu honorer, kontrak, pegawai tidak tetap, dan pegawai tetap non PNS.
Seperti yang termaktub dalam draf rancangan undang-undang tentang perubahan atas undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara atau revisi UU ASN pasal 131 A.
“Kedua, pengangkatan PNS bila dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi keuangan negara dengan memprioritaskan hal-hal yang telah disebut pada pasal 131 A di atas yaitu mereka yang memiliki masa kerja paling lama, dan bekerja pada bidang fungsional administrasi pelayanan publik dan mereka yang telah mendekati usia pensiun,” imbuh Alfonsius.
Mengingat bagi tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non PNS atau tenaga kontrak yang menunggu pengangkatan sebagai PNS wajib mendapatkan upah atau gaji sekurang-kurangnya sebesar upah minimum kota kabupaten dan provinsi.
Ketiga, FPPPI memohon agar revisi undang-undang ASN memberikan peluang yang luasnya kepada pekerja pelayan publik dari jenjang pendidikan sekolah paling rendah yaitu pendidikan sekolah dasar (SD).
Hal ini dilatarbelakangi banyak kerja pelayan publik dengan ijazah SD dan SMP yang sepanjang hidupnya mengabdikan diri kepada negara di wilayah pedalaman terpencil, terisolir, tertinggal hingga wilayah perbatasan dengan negara, antara lain Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan, dan Aceh.
Keempat, sesuai dengan prinsip-prinsip pemerataan dalam penyelesaian pengangkatan pekerjaan pelayanan publik, FPPPI meminta tidak ada unsur politis serta tidak berkaitan dengan kepentingan golongan atau pribadi.
“Maka kami harap semua jenis SK yang dimiliki oleh pekerja pelayanan publik di bawah ini dapat diproses dan diangkat menjadi PNS sebagaimana dimaksud pada pasal 131 A,” imbaunya.
Kelima, FPPPI meminta agar DPR dan pemerintah memprioritaskan database yang sudah didaftarkan dan diakomodir FPPPI yang merupakan pejuang utama revisi undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang ASN.
Keenam, FPPPI dan pejabat daerah di 18 provinsi yang terdiri dari 91 kabupaten dan 16 Kota memberikan dukungan sepenuhnya dan mendorong Komisi II DPR RI untuk menyelesaikan revisi UU ASN sesuai amanah petunjuk Ketua DPR RI dan surat Presiden tahun 2020.
“Kiranya revisi undang-undang ASN dapat mewujudkan doa harapan dan cita-cita para pekerja pelayanan publik yang masih berstatus kontrak dan honorer saat ini akan tercatat dalam sejarah Indonesia bahwa tenaga honorer, pegawai tidak tetap non PNS dan tenaga kontrak merupakan putra putri terbaik garda terdepan Indonesia,” tutup Alfonsius.















