Profesor Unair Soroti Gaya Komunikasi Gibran yang Licik dan Menjebak, Menabrak Moral

Profesor Unair Soroti Gaya Komunikasi Gibran yang Licik dan Menjebak, Menabrak Moral

HZ
Hasbi Zainuddin

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Terkini.id, Jakarta - Profesor ahli komunikasi Unair, Dr Henri Subiakto menyebut, gara komunikasi Gibran mirip dengan Jokowi. Cenderung tricky, suka menjebak.

Gaya ini terlihat saat Gibran berdebat dengan memberi pertanyaan-pertanyaan menjebak ke Mahfud Md dan Muhaimin Iskandar. Menurut dia, Gibran cenderung menabrak moral yakni kejujuran dan aslinya akan kelihatan saat menjadi pemimpin.

"Saya mengamati perilaku komunikasi Gibran dan keluarganya. Mereka itu berkomunikasinya tricky, suka menjebak. Pernah seakan Gibran show up bagi bagi uang saat kampanye, ternyata aslinya yang dibagikan itu hanya gantungan kunci atau benda lain yang kalau divideo tampak menyerupai uang. Tentu saja sempat diributkan tapi lalu orang sadar ada yang salah. Itu sengaja," menurut Henry lewat media sosialnya.

Begitu pula saat debat Jumat malam lalu. Menurut dia, dikesankan Gibran seakan pakai alat yang mencurigakan di telinga, bisa jadi itu juga disengaja supaya orang terjebak menuduh dia, tapi sebenarnya sudah disiapkan jawaban yang akan memalukan mereka yang terlanjur curiga.

"Pernah pula dia juga menjebak dengan angka, seakan apa yg disampaikan Gibran angkanya salah, saat mengatakan ada 400 juta anak mendapatkan susu, ternyata yang dimaksud bukan angka di Indonesia, tapi di luar negeri, sehingga jumlah anak yang seakan melebihi jumlah penduduk, tidak salah, karena dengan beberapa negara lain," terang dia lagi.

Dalam debat dia juga menjebak dengan menanyakan istilah asing yang bukan pengetahuan umum, itu yang ditanyakan ke Prof Mahfud dan Cak Imin.

Dia melanjutkan, tak sedikit yang kemakan jebakan komunikasinya itu. Pak Jokowi dulu juga pakai cara yang sama. Bertanya tentang istilah TPID yang tidak banyak orang tahu.

Prabowo kebingungan saat itu. Kini hal yang hampir sama dilakukan oleh anaknya. Cara yg sama tricky dan licin dilakukan Jokowi dan anaknya saat berpolitik.

Dari apa yg dia tunjukkan dalam debat, dan komunikasinya selama ini, menunjukkan Gibran ini aslinya lumayan cerdas, tapi licik dan tidak takut menabrak ukuran moral yaitu kejujuran, makanya strategi komunikasinya suka menjebak. Kalau jadi pemimpin dia akan makin nampak karakter aslinya. Yaitu antara yg diucapkan sering tdk sama dengan yg dipikirkan dan yang ada di hatinya.

Jebakan komunikasi itu kalau kita amati nampak sudah terencana sebelum debat, bahkan terpola. Dia sengaja dibikin kesan tidak siap debat. Dibuat kesan plonga plongo ketika bicara di depan publik. Namun saat menjadi pusat perhatian yaitu debat secara nasional yg disiarkan media secara serentak, Gibran membalikkan keadaan. Nampaknya dia menyiapkan diri dan berlatih menyampaikan pesan secara baik dan menarik. Itu menunjukkan ada kemungkinan memiliki konsultan komunikasi dan tim yang profesional lewat latihan drama komunikasi sebelumnya.

Dari sisi substansi jawaban Gibran sebenarnya sering salah, tapi karena gaya komunikasinya cukup menarik, kekeliruan isi tertutupi dengan penampilannya.

Beda lagi dengan Cak Imin yang tadi malam tampil seperti biasa. Cak imin tampil tak beda kalau dirinya sedang bicara di depan orang banyak seperti biasa di Partai atau di Pesantren. Dalam debat Cawapres semalam, terkesan Cak Imin tidak banyak menyiapkan diri menghadapi debat sehingga kurang menarik dan tidak pula kuat dalam menguasai substansi. Terlebih dipermalukan Gibran dengan pertanyaan jebakan.

Lain Cak imin, lain pula Prof mahfud MD. Cawapres nomer 3 ini sebenarnya menguasai materi, namun metode bicara yg dia gunakan kurang pas. Debat itu beda dengan ceramah. Prof Mahfud terbiasa ceramah. Kalau ceramah itu bicaranya induktif, mengungkap yang umum dulu, contoh2 dulu, baru yg kemudian yang penting atau kesimpulan di belakang.

"Beda dengan debat yang waktunya sangat dibatasi maka harus deduktif. Kesimpulan atau yg penting dulu baru keterangan di belakang. Jadi apabila saat mau menjelaskan terpotong waktu, intinya sudah dapat karena diucapkan di muka. Semalam di sesi awal, Prof Mahfud sering terpotong saat belum selesai menjelaskan, sehingga pesan jadi kurang kuat. Ditambah penampilan yg kaku dengan kurang senyum," terangnya.