Namun demikian, saat ini porsi rumput laut yang diekspor masih didominasi oleh raw materials (bukan produk hasil olahan).
Josua menambahkan bahwa hilirisasi dan pendalaman ekspor tersebut membutuhkan peningkatan kapasitas produksi rumput laut sebagai bahan baku.
Pemberian insentif bagi para pelaku usaha, termasuk distribusi bibit rumput laut yang berkualitas dan manajemen inventory dapat membantu meningkatkan produksi sekaligus menjaga fluktuasi harga rumput laut.
Sulsel Talk triwulan II 2024 berupaya untuk memberikan solusi konkret terhadap masalah dan tantangan perekonomian Sulsel. Sebanyak 213 peserta yang hadir dari unsur pemerintah, akademisi, pelaku usaha, Forkopimda, media, secara antusias menyimak dan berdiskusi pada sesi tanya jawab hingga kegiatan selesai. Acara yang dimoderatori oleh Nana Djamal ini menyimpulkan 4 hal yaitu:
1. Sulawesi Selatan memiliki potensi ekspor non mineral dari wilayah daratan maupun kepulauan, antara lain rumput laut, ikan segar, serta pertanian dan hortikultura.
2. Terkait pengembangan rumput laut, terdapat kendala berupa fluktuasi harga. Oleh sebab itu, diperlukan peningkatan kapasitas produksi, insentuf pelaku usaha (termasuk distributor rumput laut), manajemen inventori, dan pengembangan SDM pengelola rumput laut.
3. Diperlukan SKK (Sinergi, Kolaborasi, dan Koordinasi) lintas otoritas untuk meningkatkan kinerja ekspor, antara lain 1) kepastian mitra dagang terutama ke pasar non-tradisional seper: Afrika, Nigeria, Timur Tengah, 2) dukungan pembiayaan, 3) dukungan transportasi direct call serta biaya transportasi yang terjangkau.
4. Selain itu, perlu peningkatan industri pengolahan yang selain meningkatkan nilai tambah komoditas, juga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja.















