Di provinsi Nusa Tenggara Barat, ujaran kebencian yang terpantau terbagi menjadi dua narasi, yang pertama adalah narasi kebencian terhadap persekongkolan koalisi politik antara dua mantan gubernur Tuna Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi dan Dr. Zulkieflimansyah.
Sedangkan narasi lain adalah kebencian terhadap calon gubernur perempuan Sitti Rohmi Djalilah, yang juga merupakan kakak kandung dari TGB.
“Di beberapa video terkait Pilkada NTB, kami menemukan komentar-komentar yang menyudutkan perempuan yang tidak pantas menjadi pemimpin.
Kami juga menemukan narasi yang sama, serangan terhadap gender calon di Sumatera Barat, tepatnya di Kabupaten Dharmasraya. Di sini paslon Bupati dan Wakil Bupati keduanya Perempuan yang diusung 10 partai politik, sehingga akan melawan kotak kosong.
Ujaran kebencian sebenarnya tidak semua menyerang gender, tapi ada juga yang menyerang proses pencalonan keduanya yang merupakan hasil dari politik dinasti.
Jadi seruan-seruannya banyak sekali untuk melawan kotak kosong daripada pemimpin perempuan yang juga hasil politik dinasti,” tutur Ika.
"Tingginya ujaran kebencian yang selalu muncul di pemilu, harus diikuti dengan langkah moderasi konten dari platform digital. Kita tidak bisa mengandalkan literasi digital saja, tapi platform digital dapat mencegah konten ujaran kebencian.” Ujar Bayu Wardhana, Sekretaris Jenderal AJI Indonesia.
Tentang Pemantauan Ujaran Kebencian
Selama pelaksanaan Pilkada 2024, AJI dan MDDRH akan memantau ujaran kebencian di TikTok dan Twitter.
Dengan menggunakan kata kunci sebanyak 441 kata, hasil pemantaun selama Agustus-September telah mengumpulkan sebanyak 4,712 video TikTok dan 32,168 komentar TikTok.
Dari jumlah tersebut, sejauh ini diambil sampel sebanyak 2,512 data, dimana sebanyak 456 data mengandung ujaran kebencian. Kata kunci yang digunakan untuk mengambil data telah disesuaikan dengan konteks lokal di setiap provinsi.