Terkini, Makassar - Upaya eksekusi lahan yang dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Makassar di tanah seluas 16,4 hektare (ha) yang dimenangkan oleh PT GMTD Tbk mendapat sorotan dari Kementerian ATR/BPN.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menilai, selain tidak menunjukkan secara rinci batas-batas lahan yang diekskusi tersebut, dan pihak yang berhadapan, Nusron juga menyebut upaya eksekusi tidak melalui proses konstatering.
"Konstatering adalah proses pencocokan atau pengamatan resmi terhadap suatu objek sengketa di lapangan untuk memastikan kesesuaiannya dengan amar putusan pengadilan. Salah satu produrnya adalah pengukuran ulang. Seharusnya ini dilakukan," ujar Nusron Wahid di Jakarta, Kamis 6 November 2025.
Dia pun mengungkapkan secara rinci, bahwa Kementerian ATR/BPN telah mengirimkan kepada Pengadilan Negeri Makassar sebagai respons atas polemik tersebut. Dalam surat itu, Nusron mempertanyakan proses eksekusi yang dilakukan oleh pengadilan.
"Kta sudah kirim surat ke pengadilan di Kota Makassar mempertanyakan proses eksekusi tersebut karena belum ada konstatering, mengingat di atas tanah tersebut itu masih ada dua masalah," ujarnya.
Nusron menyebut, terdapat sejumlah persoalan yang melingkupi tanah di Kawasan Tanjung Bunga tersebut. Pertama, gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dari pihak atas nama Mulyono. Kedua, HGB dari PT Hadji Kalla.
"Nomor dua, di atas tanah tersebut ada sertifikat tanah HGB atas nama PT Hadji Kalla. Jadi, ada tiga pihak ini, kok tiba-tiba langsung dieksekusi? Jadi, kita mempertanyakan itu," kata dia.
Seperti diketahui, Tanah seluas 16,4 hektare (ha) di Kawasan Tanjung Bunga Makassar, dipersengketakan oleh GMTD dan Kalla Group.
Jusuf Kalla selaku founder Kalla Group bahkan menuding GMTD merekayasa kasus sengketa dan menegaskan lahan tersebut dimiliki Hadji Kalla secara sah dengan sertifikat resmi selama 30 tahun.
Jusuf Kalla juga mengklaim tidak terikat dengan putusan yang sebelumnya sudah diekskusi oleh Pengadilan Negeri Makassar, karena bukan pihak dalam perkara.
JK menyebut, tanah itu dia beli sendiri dari Raja Gowa, kita beli dari anak Raja Gowa, saat kawasan tersebut masih berada di kawasan Kabupaten Gowa.















