Keputusan MK Loloskan Gibran Tak Bisa Diubah, Pakar: Bersifat Final dan Mengikat

Keputusan MK Loloskan Gibran Tak Bisa Diubah, Pakar: Bersifat Final dan Mengikat

LA
Lilis Adilah

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Terkini.id, Jakarta – Menjelang kontestasi Pilpres 2024, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengeluarkan putusan yang meloloskan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka melaju sebagai Bacapres yang menuai pro dan kontra. Keputusan ini pun dinilai tidak bisa diubah oleh MK.

Profesor Suparji Ahmad selaku Pakar Hukum dari Universitas Al-Azhar mengatakan jika keputusan MK itu tidak adakn bisa dirubah meskipun diduga melakukan pelanggaran hukum terkait batas usia Capres dan Cawapres. Keputusan ini pun membuka jalan kepada Wali Kota Solo untuk melaju di pesta demokrasi 2024.

Menurut Suparji, dalam hal ini MKMK menjaga etika dan martabat hakim MK karena pada dasarnya keputusan MK bersifat final dan mengikat.

“Tidak bisa (mengubah putusan MK) karena MKMK menjaga etika dan martabat hekim MK. Putusan MK bersifat finbal dan binding”, kata Suparji seperti dikutip dari laman kantor berita RMOL, Sabtu 28 Oktober 2023.

Dalam uraiannya, Suparji menyampaikan jika putusan MK yang menuai banyak respon negative dan dibawa ke jalur hukum etik seperti yang terjadi saat ini, melihat konteks lembaga ke hakiman, itu tidak dapat dijadikan sebagai upaya untuk mengubah keputusan yang telah diambil oleh hakim.

Terkait putusan MK tersebut, Suparji lebih lanjut menjelaskan terkait pasal 48 tahun 2009 dalam UU yang mengatur tentang kehakiman. Dalam pasal ini digadang-gadang bisa menganulir putusan yang telah diambil MK atas pengujuan norma UU. Suparji menyampaikan jika hal itu tidaklah benar.

Pasal yang dimaksud sejumlah pihak yang disebut dapat menganulir keputusan MK yakni pasal 17 ayat 3,5,6 dan 7 UU kekuasaan kehakiman.

Adapun pasal 17 ayat 3 berbunyi “Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terkait hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera”.

Pasal 17 ayat 5 “Seorang hakim dan panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia memiliki kepentingan langsung maupun tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, bai katas kehendaknya sendiri maupun atas pihak yang berperkara”.

Pasal 17 ayat 6 “Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 5, putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administrative atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Pasal 17 ayat 7 “Perkara sebagaimana dimaksud ayat 5 dab ayat 6, diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda”.

Sebelumnya, putusan MK terkait syarat umur Capres dan Cawapres menuai kontroversi. Hal ini dikarenakan putusan itu meloloskan Gibran putra sulung presiden menjadi Cawapres.

Publik menduga putusan MK ini melanggar kode etik, sehingga Anwar Usman selaku ketua MK mendapat begitu banyak kecaman publik karena keputusannya ini.