Terkini.id - Belakangan ini tanda tangan digital sudah marak digunakan dalam perusahaan untuk melancarkan proses administrasi karena praktis, Namun di balik kepraktisan tersebut muncul ketakutan akan legalitas dari tanda tangan digital ini.
Di Indonesia sendiri, tanda tangan digital merupakan tanda tangan elektronik yang sudah memiliki sertifikat elektronik oleh Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE). Dengan tanda tangan elektronik tersertifikasi PSrE, pengguna dapat menjamin keabsahan dan keaslian tanda tangan tersebut.
Selain memiliki sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE), keabsahan dan legalitas tanda tangan digital juga diatur negara. Berikut dasar hukum tanda tangan digital:
1. Undang-undang No.11 Tahun 2008
Keberadaan tanda tangan digital mulai terlihat sejak UU ITE disahkan pada tahun 2008 melalui sebutan tanda tangan elektronik. Ruang lingkup tanda tangan elektronik
Pasal 11 Ayat 1:
“(1) Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
- Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
- Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatangan dapat diketahui;
- Segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
- Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
- Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.”
Pada UU ITE dijelaskan betul-betul bagaimana sebuah tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah selama memenuhi syarat-syarat yang disebutkan di atas.
2. PP No.71 Tahun 2019 (yang sebelumnya bernama PP No. 82 Tahun 2012)
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 merupakan pengganti PP No. 82 Tahun 2012 di mana tanda tangan elektronik dijabarkan lebih spesifik. Berikut isinya:
Pasal 60:
“(1) Tanda Tangan Elektronik berfungsi sebagai alat autentikasi dan verifikasi atas:
- Identitas Penanda Tangan; dan
- Keutuhan dan keautentikasikan Informasi Elektronik.
(2) Tanda Tangan Elektronik meliputi:
- Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi; dan
- Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi.
(3) Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus:
- Memenuhi keabsahan kekuatan hukum dan akibat hukum Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3);
- Menggunakan Sertifikat Elektronik yang dibuat oleh jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan
- Dibuat dengan menggunakan Perangkat Pembuat Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi.
(4) Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dibuat tanpa menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia.”
Dalam Peraturan Pemerintah di atas disebutkan bahwa terdapat dua jenis tanda tangan elektronik, yaitu tersertifikasi dan tidak tersertifikasi. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis tanda tangan yang sebelumnya disebutkan adalah pada keabsahan kekuatan hukumnya.
Ketentuan penggunaan tanda tangan digital juga diatur pada POJK No. 77 Tahun 2016 tentang layanan pinjaman berbasis teknologi informasi. Selain itu, pada tahun 2017 OJK juga mengeluarkan Surat Edaran No. 18/SEOJK.02/2017 mengenai tata kelola dan manajemen risiko teknologi informasi pada layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Pada kesimpulannya, tanda tangan digital atau digital signature adalah tanda tangan elektronik yang memiliki sertifikat digital dan telah diatur oleh undang-undang melalui sebutan tanda tangan elektronik tersertifikasi. Sehingga tanda tangan digital memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan basah.