Beliau harus melalui perjalanan panjang dan tempaan yang solid hingga pada akhirnya diangkat menjadi pemimpin (اني جاعلك للناس اماما).
Dalam proses menuju kepada posisi “imaamah” (kepemimpinan) Ibrahim AS ditempa sedemikian rupa sehingga solid dalam segala aspek kehidupan beragama.
Akidah dan keimanan ditempa sedemikian rupa, dari tantangan/cobaan masa remaja, pemuda, hingga kehidupan keluarganya.
Dari ancaman eliminasi (dihabisin) dengan dibakar hidup-hidup, pengusiran dari kampung halaman, hingga ke ujian pengorbanan dengan menyembelih anak satu-satunya.
Setelah semua proses ujian itu dilalui Ibrahim AS para akhirnya menjadi solid dalam kehidupan beragama.
Pada aspek ritualnya Ibrahimlah yang diperintah untuk meninggikan fondasi Ka’bah dan mengumumkan (wa azdzin fin naas) kewajiban haji atas manusia.
Ibrahim pula menjadi simbol kemuliaan mu’amalat dan prilaku, baik pada lingkungan keluarga maupun keumatan. Bahkan beliau pada dirinya digelari “ummat” (kaana ummatan).
Dengan fondasi keagamaan inilah Allah kemudian mendeklarasikannya sebagai pemimpin manusia.
Sebagaimana difimankan dalam Al-Qur’an: “dan ingat ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat (ujian), lalu dia (Ibrahim) menyempurnakannya.
Dia (Tuhan) berfirman: seusngguhnya Aku menjadikan kamu imaam (pemimpin) bagi manusia)”.