Sengketa Pilkada Muara Enim: Dugaan Kecurangan TSM dan Taruhan di Mahkamah Konstitusi

Sengketa Pilkada Muara Enim: Dugaan Kecurangan TSM dan Taruhan di Mahkamah Konstitusi

KH
Kamsah Hasan

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Terkini – Sidang sengketa Pilkada Muara Enim yang tengah berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) bukan sekadar perselisihan perolehan suara. Lebih dari itu, kasus ini membuka dugaan kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Pakar Hukum Tata Negara, Oce Madril, menegaskan bahwa permasalahan dalam sengketa ini tidak bisa hanya dilihat dari ambang batas atau selisih suara. Menurutnya, ada indikasi pelanggaran serius yang mencederai proses demokrasi.

“Ini bukan hanya soal hitungan angka, tapi dugaan kecurangan yang melibatkan berbagai aspek. Mulai dari praktik politik uang, manipulasi daftar pemilih, dugaan pengerahan aparat, hingga laporan-laporan yang tidak ditindaklanjuti oleh Bawaslu,” ujar Oce saat dihubungi wartawan, Selasa (28/1/2025).

Selisih Tipis, PSU Bisa Jadi Opsi

Salah satu faktor yang memperkuat potensi gugatan ini dikabulkan adalah selisih suara yang tidak terlalu besar antara pemenang dan pihak yang menggugat. Oce menilai, jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan permintaan pemungutan suara ulang (PSU), maka dinamika hasil akhir bisa berubah secara signifikan.

“Selisih suara antara pihak yang menang dan yang menggugat cukup tipis. Dalam kasus seperti ini, MK biasanya mempertimbangkan dampak pelanggaran TSM terhadap hasil pemilihan,” jelas Oce.

Dugaan pelanggaran yang terjadi dalam Pilkada Muara Enim juga berpotensi menjadi dasar utama bagi MK untuk memerintahkan PSU. Jika bukti yang diajukan kuat, bukan tidak mungkin putusan hakim akan mengarah pada pengulangan pemungutan suara.

Suara Warga: Hak Politik yang Tercederai

Tak hanya pakar hukum, warga Muara Enim juga turut bersuara atas dugaan pelanggaran ini. Lia, seorang warga setempat, mengaku mengalami langsung bentuk pelanggaran yang terjadi dalam Pilkada November 2024 lalu.

Menurutnya, banyak pemilih yang ditolak di Tempat Pemungutan Suara (TPS) karena tidak memiliki surat undangan, meskipun nama mereka terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).