Terkini.id, Jakarta - Terjadi kelangkaan bahan baku industri tambang nikel yang mempersulit sejumlah perusahaan industri smelter nikel di Tanah Air. Perusahaan smelter yang mengolah bahan baku menjadi produk setengah jadi itu bahkan ada yang impor akibat langka.
Direktur Utama Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Alexander Barus sebelumnya mengungkapkan, berkurangnya pasokan bahan baku nikel karena industri smelter yang terlalu banyak.
Sehingga, permintaan lebih tinggi dari suplai bahan baku smelter tersebut.
Kata Alexander Baru, jumlah smelter nikel saat ini sudah telampau menjamur.
Hal ini menyebabkan permintaan bijih nikel semakin tinggi tetapi tidak diikuti dengan pasokan yang memadai dari dalam negeri.
“Permintaan bijih nikel itu sudah hampir 140 juta metrik ton (MT) per tahun, padahal normalnya mungkin 100 juta MT. Jadi sekarang ini harga nikel begitu tinggi, jadi masalah para smelter. Satu sama lain saling berebut bahan baku,” ujar dia kepada wartawan di Gedung Menara Kompas, Selasa 3 Oktober 2023.
Namun sayang, di saat permintaan melonjak, beberapa waktu belakangan ini pasokan bijih nikel ke smelter melambat karena sejumlah kejadian.
Pertama, diberantasnya pertambangan nikel ilegal oleh pemerintah.
Kedua, pasca-kejadian ditangkapnya pegawai Kementerian ESDM terkait penerbitan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), sejumlah pihak jadi khawatir untuk menerbitkan RKAB baru.
“Akibatnya orang takut menerbitkan RKAB baru, selama 3 bulan ini jadi short supply. Sehingga harga menjadi naik karena smelter tidak boleh berhenti. Kalau berhenti mahal sekali untuk menghidupkannya,” ungkapnya.