Proses-proses yang terjadi dalam perjalanan pencapresan Anies adalah kerja-kerja yang terstruktur dan directed (terarah) sehingga target-target yang ingin dicapai berjalan lancar dan berhasil di tengah ragam upaya penjegalan.
Setelah Anies berhasil menjadi capres, hal yang kemudian paling sering dilontarkan adalah wacana atau tepatnya impian pendukung paslon tertentu untuk memenangkan pertarungan pilpres dalam satu putaran. Wacana ini terasa sekali dipaksakan untuk menjadi (seolah) itulah yang kenyataan yang ada.
Tujuannya agar nantinya masyarakat luas mengantisipasi dan menerima pemaksaan kenyataan itu tanpa ada pandangan kritis dalam proses-proses yang berlangsung.
Akibatnya “halal haram” (benar atau salah) dalam proses itu tidak lagi menjadi sebuah nilai yang dipegang.
Proses-proses yang menghalalkan segala cara itu sangat terbuka dan menjadi tontonan yang memalukan.
Dari cara-cara kampanye yang melanggar aturan yang disepakati, tendensi penggunaan apatur negara termasuk ASN, Polri dan TNI, bahkan berbagai tekanan dan ketidak adilan kepada para paslon yang lain.
Pasangan Anies-Muhaimin adalah pasangan yang kerap mendapat tekanan di berbagai tempat dan dalam berbagai bentuknya.
Pemaksaan opini bahwa Pilpres akan hanya satu putaran ini, dan dengan berbagai cara untuk memenangkan paslon tertentu, didukung oleh berbagai survey yang pastinya dibayar mahal.
Bisnis-bisnis survey ini menjadikan hawa nafsu dan ketamakan mereka yang cenderung memanipulasi proses demokrasi ini sebagai pintu meraup keuntungan sebesar-besarnya.
Hasil survey-survey berbayar (sure-paid) itu seringkali menjadikan akal sehat kita terbengong-terbengong.