Terkini, Makassar – Di tengah hiruk pikuk kota metropolitan Makassar, sebuah krisis kemanusiaan yang telah berlangsung puluhan tahun terus menghantui warga Kecamatan Tallo.
Kekurangan air bersih yang kronis telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka, menghancurkan keseharian dan menghambat pembangunan.
Sejak tahun 2000, ratusan kepala keluarga di Tallo telah berjuang untuk mendapatkan akses air bersih yang layak.
Sumur-sumur mengering, pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar sering terputus, dan warga terpaksa membeli air dengan harga mahal.
"Air bersih di sini seperti barang mewah," ujar Wana, seorang warga Tallo. "Kami harus rela mengeluarkan uang yang cukup besar setiap hari hanya untuk membeli air untuk kebutuhan sehari-hari."
Kondisi ini semakin diperparah oleh musim kemarau yang berkepanjangan. Debit air di Bendungan Lekopancing dan Bili-Bili, sumber utama pasokan air bersih untuk Makassar, terus menurun. Akibatnya, warga Tallo semakin kesulitan mendapatkan air bersih.

Kepala Divisi Keterlibatan Perempuan WALHI Sulawesi Selatan, Hikmawaty Sabar, menyebut krisis air bersih di Tallo sebagai masalah struktural yang telah berlangsung terlalu lama.
"Perempuan di Tallo menanggung beban paling berat akibat krisis ini," katanya. "Mereka harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk mencari air, mengurus keluarga, dan bekerja."
Kondisi ini tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tetapi juga pada aspek sosial dan ekonomi.
Banyak anak-anak di Tallo putus sekolah karena harus membantu orang tua mencari air. Sementara itu, pendapatan keluarga menjadi berkurang akibat pengeluaran yang besar untuk membeli air.















