DPR Diminta Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Transparansi dalam Penyusunan Undang-Undang

DPR Diminta Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Transparansi dalam Penyusunan Undang-Undang

Stevie Marcellina

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Terkini.id, Jakarta - Ahmad Hanafi selaku Direktur Indonesian Parliamentary Center, meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk lebih transparan dalam penyusunan Undang-Undang agar dapat meningkatkan kepercayaan publik.

Hal ini disampaikan oleh Hanafi pada Rabu, 19 Mei 2021 dalam seminar berjudul 'Partisipasi Publik dalam Legislasi' yang digelar secara virtual oleh Open Parliament Indonesia (OPI).

Dalam seminar tersebut, Hanafi mengusulkan kepada DPR untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas transparansi terutama dalam penyusunan Undang-Undang.

Berdasarkan hasil kajian lembaganya, sebagian besar publik berpendapat akses terhadap informasi legislasi cukup rendah.

Oleh sebab itu, Hanafi mengusulkan kepada agar lembaga-lembaga legislatif rutin melaporkan kinerjanya kepada masyarakat termasuk isu-isu krusial.

Hanafi juga mendorong agar anggota dewan aktif meminta masukan dari masyarakat yang terdampak dari pengesahan UU atau produk legislatif tertentu.

Hanafi mengusulkan agar mereka dapat memanfaatkan media sosial sebagai tempat untuk menyalurkan informasi ke publik serta menggunakan berbagai media yang telah ada secara optimal.

“Dari website (laman, Red) porsinya masih rendah,” kata Hanafi dikutip dari Indozone pada Rabu, 20 Mei 2021.

Johan Budi selaku anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga mengakui persepsi publik terhadap DPR RI masih belum terlalu positif.

Apalagi jika dikaitkan dengan konteks pengesahan beberapa UU yang kontroversial antara lain revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Johan, kondisi itu didapat karena ketersediaan data dan informasi mengenai kinerja DPR RI terutama dalam penyusunan undang-undang masih cukup terbatas.

Dikutip dari hasil survei pada tahun 2020 yang menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada DPR RI mencapai 52,6 persen, lebih rendah dari skor yang didapat oleh lembaga kepresidenan yang mencapai di atas 70 persen.

Dalam situai itu, Johan mengusulkan untuk memanfaatkan Open Parliament Indonesia (OPI) yang merupakan wadah kolaborasi lembaga legislatif di Indonesia dengan non legislatif yang dibentuk pada 2018.

“Open Parliament ini medium paling bagus dalam rangka meluruskan kembali citra, persepsi DPR, anggota parlemen di mata publik,” kata Johan Budi.