Terkini.id - Ekonom senior Indonesia, Faisal Basri kembali mengungkapkan kekesalannya terhadap kebijakan hilirisasi nikel yang justru banyak menguntungkan investor asing dan bukannya mensejahterakan rakyat Indonesia.
Faisal Basri bahkan menyampaikan beberapa kebijakan pemerintah terkait hilirasi tambang sebagai bentuk ketololan negara.
Beberapa alasannya adalah, investasi yang besar-besaran dan aktivitas ekspor dari hilirisasi itu seharusnya mengangkat devisa Indonesia dan berefek pada penguatan mata uang rupiah. Namun dalam beberapa tahun terakhir, rupiah terus merosot.
Selain itu, kata dia, keuntungan hilirisasi nikel cuma dinikmati oleh buruh atau pekerja. Keuntungan lain, dinikmati oleh pengusaha yang notabene adalah pengusaha asing. Dan kemungkinan uangnya tidak disimpan di Indonesia.
Faisal Basri menduga duit hasil keuntungan hilirisasi tambang itu disimpan di Singapura, mengingat bunga dolar lebih tinggi di negara itu. Apalagi, Indonesia menganut rezim devisa bebas, yang membuat orang-orang asing bebas membawa keluar uangnya.
"Kalau ekspornya Rp510 triliun (nilai ekspor produk nikel tahun 2022) itu harusnya ngefek harusnya ke nilai tukar rupiah. Lihat nilai tukar rupiah, merosot terus. karena uangnya dibawa keluar. Keuntungannya mereka bawa ke negaranya. Apalagi bunga dolar lebih tinggi di Singapura," ungkap dia dalam tayangan Publikasi Kajian 'Peran Perusahaan Multinasional dalam Hilirisasi Nikel di Indonesia', pada Selasa 26 September 2023.
"Kita menganut devisa bebas. Beda dengan China. Di China, orang Indonesia investasi di China, untungnya nda boleh dibawa otomatis ke Indonesia. Kita bebas," ungkapnya.
Menurut dia, pemerintah terlalu murah dan memberi karpet merah ke pengusaha asing di industri nikel.
"Dikasih harga murah, pajak ekspornya nol. Yang kita dapat (untung) tinggal buruh sama pendapatan sewa tanah, PBB. Faktanya, buruh China gajinya Rp17 juta hingga Rp24 juta.
Itu pun, menurut dia, rata-rata pekerja China menggunakan visa turis, bukan visa pekerja. "Jadi ibaratnya, Morowali itu seperti menjadi provinsi kesekiannya China. Seperti negeri Wakanda, di mana hukum ketenagakerjaan Indonesia tidak berlaku di sana," ungkapnya lagi.
"Jadi menurut saya, ini adalah bentuk ketololan luar biasa dari negara, bukan kecerdasan. Karena kalau negara cerdas, harusnya dapatnya lebih bagus," ungkapnya lagi.