Konflik Bersenjata, Mahasiswa asal Papua di Pulau Jawa: Minta Presiden Jokowi Tarik Pasukan Militer

Konflik Bersenjata, Mahasiswa asal Papua di Pulau Jawa: Minta Presiden Jokowi Tarik Pasukan Militer

Achmad Rizki Muazam

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Terkini.id, Jakarta - Sejumlah mahasiswa asal Papua yang sedang melanjutkan studinya di berbagai Perguruan Tinggi di Pulau Jawa mendesak Presiden Jokowi untuk menarik aparat keamanan dari tanah kelahirannya.

Seperti diketahui, sejak bulan April lalu Pemerintah Pusat gencar menambah pasukan keamanan untuk menjaga wilayah yang dianggap rawan di Papua.

Hal ini menyusul dengan tewasnya Kepala Badan Intelijen Negara Daerah Papua yang diduga ditembak oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Para mahasiswa asal Kabupaten Puncak, Papua ini, menilai kehadiran pasukan TNI dan Polri justru menghancurkan tatanan kehidupan dan menimbulkan trauma bagi masyarakat sipil.

Palentinus Bidaipuga Tekege, mahasiswa asal Kabupaten Puncak yang kuliah di Bogor, menilai bahwa perintah operasi militer yang dikeluarkan Presiden Jokowi untuk menumpas Kelompok Bersenjata sangat berbahaya.

Tak hanya itu, ia mengatakan bahwa langkah Menkopolhukam Mahfud MD yang melabeli OPM sebagai teroris bisa memicu terjadinya kekerasan yang menjadikan warga sipil sebagai korbannya.

“Itu bahaya bagi warga sipil di Puncak, korban sudah mulai berjatuhan. Kami minta Presiden Jokowi, Menkopolhukam, Kapolri, dan Panglima TNI agar segera tarik kembali semua pasukan yang dikirim ke Puncak, Papua," ujarnya seperti dikutip terkini.id dari jubi pada Senin, 24 Mei 2021.

Menurutnya, kehadiran militer bukan untuk lindungi warga sipil tapi malah membuat warga sipil ketakutan.

Dia juga mengatakan bahwa militer yang dikirim ke Papua, tidak dapat membedakan antara TPNPB dengan warga sipil

"Apalagi, ciri-ciri berpakaian anggota TPNPB sangat mirip dengan pakaian kebanyakan orang di Papua," ungkapnya.

Menurutnya, konflik bersenjata di Puncak juga membuat warga sipil mengungsi, termasuk dengan lari ke hutan.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, banyak di antara pengungsi itu merupakan ibu hamil, anak-anak, dan orang lanjut usia.

"Berbagai keterbatasan di pengungsian juga membuat mereka mengalami sakit hingga bisa berakibat kematian," tambahnya.

Tekege meminta pemerintah menghentikan konflik bersenjata di Puncak, Papua, dan memulangkan warga yang mengungsi.

"Segera kembalikan masyarakat sipil yang sudah dan sedang mengungsi ke tempat semula, ke kampung dan rumah masing-masing, agar [mereka] bisa lanjutkan aktivitas sehari-hari seperti bertani, berternak, dan lainnya,” ucapnya.

Mahasiswa asal Puncak lainnya, Pendiko Murip mengatakan bahwa rangkaian kekerasan dalam konflik bersenjata di Kabupaten Puncak mengakibatkan rakyat menjadi korban.

Menurutnya, seharusnya pemerintah serius mengadili para pelaku berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, dan menarik semua pasukan aparat keamanan dari Kabupaten Puncak.

"Kirim pasukan banyak-banyak di Puncak dan juga seluruh Papua tak akan selesaikan masalah. Itu justru memperbesar masalah, memperkeruh situasi, (dan menambah) ketidaknyamanan hidup warga sipil," tegasnya kepada jubi saat dihubungi Jumat, 21 Mei 2021, seperti dilansir terkini.id.

Tak hanya mereka, mahasiswa asal Papua yang berada di Salatiga juga mendesak agar pasukan militer ditarik dari tanah leluhurnya itu.

Koordinator Badan Pengurus Koordinator Wilayah Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Kabupaten Puncak di Salatiga, Mhey Tebai, meminta kepada Pemerintah untuk menghentikan operasi militer di Papua.

Dia juga mengatakan bahwa Komnas HAM harus hadir dalam menyelesaikan pelanggaran HAM di Puncak, Papua.

Selain itu, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Kabupaten Puncak di Salatiga, menyatakan menolak tuduhan terorisme terhadap Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM ).

"Kami minta pemerintah mencabut tuduhan TPNPB-OPM sebagai terosis,” kata Mhey Tebai, seperti dilansir dari jubi pada Senin, 24 Mei 2021.

Tak hanya itu, mereka juga menolak Otonomi Khusus jilid II dan Daerah Otonomi di seluruh Tanah Papua.

Mereka menuntut Bupati dan jajarannya agar memperhatikan masyarakat sipil yang berada di Kabupaten Puncak saat operasi militer sedang berlangsung.